Search
Close this search box.

Gerakan Sosial “Barisan Pengingat”

INGAT! INDONESIA SIAPA YANG PUNYA?

Jika rakyat tak lagi punya daulat atas tanah, pangan, kebudayaan, teknologi, keadilan, pengelolaan sumber daya alam, ekonomi, spiritualitas, lalu sebenarnya…. Indonesia punya siapa ? Tak ada jalan lain….Ambil Alih Kekuasaan!

Di jalan-jalan kini kerap bertebaran stiker atau poster bergambar Soeharto dengan kata-kata “Masih penak zamanku toh ?” Teks ini memperlihatkan sebuah kejenuhan terhadap kondisi pasca reformasi dan bisa pula dimaknai kerinduan terhadap “keamanan” di masa pemerintah rezim orde baru. Namun hal yang tidak dapat dipungkiri, bahwa pasca reformasi, bangsa ini masih “jalan di tempat.” Teringat sebuah ungkapan dari seorang teman “Indonesia tidak akan pernah maju jika tak kunjung menyelesaikan pelanggaran kemanusiaannya di masa lalu.” Inilah titik awal jika ingin berjalan menuju sebuah bangsa yang jaya. Hingga kini, kita ketahui bahwa hampir tak ada satupun kasus pelanggaran HAM yang terungkap. Lewat ideologi pembangunan, Orde Baru telah melumuri sejarahnya dengan sederetan kasus-kasus penculikan terhadap seniman, ulama, pendeta, mahasiswa ataupun aktivis pro demokrasi. Sedikitnya tercatat ada 75 kasus pelanggaran HAM yang terjadi sepanjang tahun 1965-1998. Misalnya kasus Kedung Ombo, Cimacan, Talang Sari, pembantaian massal di Timor Leste, DOM Aceh, Wiji Thukul dan lainnya.(1) Dan hingga kini, hampir tak ada yang terungkap, terutama untuk kasus pelanggaran HAM yang melibatkan penguasa negara. Bahkan pasca reformasi, pelanggaran HAM juga terjadi merata di berbagai bidang kehidupan.

Sebuah harapan bahwa lengsernya rezim otoritarian Orde baru akan membangun kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya yang lebih baik di Indonesia, masih belum dirasakan hingga kini. Rezim telah digantikan oleh korporasi yang mengakibatkan konflik-konflik sumberdaya alam di tingkat akar rumput. Catatan laporan Akhir Tahun KPA disebutkan bahwa pada tahun 2013 angka konflik agraria meningkat 33, 03 persen dari tahun 2012. Luasan konflik agraria yang dicatat KPA pada tahun 2013 telah mencapai angka 1.281.660 Ha, yang berdampak pada 139.874 KK sebagai korban.(2) Kedua, Munculnya berbagai formulasi kebijakan yang ditandai dengan penyingkiran komunitas lokal, seperti petani, masyarakat adat, nelayan tradisional. Bentuk kebijakan ini dapat kita lihat dengan skema Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dimana pulau-pulau terluar Jawa dianggap sebagai lokasi ideal untuk menjadi target investasi. Ketiga, Hadirnya kelompok-kelompok yang mengusung nilai-nilai keagamaan tertentu dengan perilaku kekerasaan yang dapat mengancam kehidupan beragam komunitas. Bahkan saat ini, perilaku tersebut digunakan untuk melegitimasi kekerasan korporasi dan negara yang haus akan sumberdaya. Keempat, Ancaman konglomerasi dan kapitalisasi media yang akan membawa dampak penyeragaman wacana gaya baru dan peminggiran kepentingan suara-suara komunitas akar rumput.

3 kali pemilu setelah pasca rezim orde baru menunjukkan bahwa sebuah perubahan yang cepat dan signifikan bagi kedaulatan rakyat masih begitu jauh. Korupsi malah menyebar dan mengakar di berbagai ranah. Pemilu keempat yang akan kita jelang di tahun 2014 ini membawa pertanyaan besar “Siapapun yang berkuasa, dapatkah memberikan jawaban atas segala persoalan yang kita hadapi.” Pemilu 2014 adalah pertaruhan besar bagi bangsa ini. PIKIR sebelum PILIH. Indonesia Siapa yang Punya ?

Barisan Pengingat Yogyakarta mengajak segala lapisan masyarakat untuk kritis dalam memilih wakil rakyat, calon presiden. Simak, apakah mereka terlibat atau memiliki potensi melakukan pelanggaran HAM di masa lalu, kini, atau masa depan, melakukan korupsi, merampas tanah rakyat, dan lain-lain.

TTS SILANG 2014 : Indonesia Siapa yang Punya

16 Maret 2014,

Pukul 10.00-18.00

Pelataran Gedung Societet, Taman Budaya Yogyakarta, Jl. Sri Wedani no. 1 Yogyakarta

(1). Lihat hal. 3

(2). Lihat Laporan Akhir Tahun Catatan Agraria 2013, Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA).