This post is also available in:
English
Indonesia tak terkecuali dari meningkatnya ujaran kebencian di masa media sosial hari ini. Di episode Pretty Good Podcast terbaru, dosen Universitas Indonesia Imam Ardhianto menelusuri perubahan budaya trolling di praktik bermedia di Indonesia yang memungkinkan kelompok konservatif Islam menjadi kekuatan politik yang mampu memobilisasi ujaran kebencian. Di berapa tahun belakangan, narasi kebencian dan pelanggaran kebebasan beragama dan berekspresi daring telah meningkat drastis – menjadi tantangan dalam upaya menjaga ruang sipil yang sekuler, inklusif, dan mampu menyediakan ruang bagi berbagai pandangan.
EngageMedia mendukung upaya-upaya melawan ujaran kebencian daring melalui kampanye yang mengedepankan sarana kreatif sebagai narasi tandingan. Kampanye ini bertumpu pada inisiatif serupa oleh Association for Progressive Communications (APC) yang didukung juga oleh EngageMedia, menggarisbawahi dampak ujaran kebencian terhadap komunitas marjinal dan rentan.
Kampanye ini merupakan bagian dari kolaborasi EngageMedia dengan APC untuk proyek “Challenging hate narratives and violations of freedom of religion and expression online in Asia” (Challenge).
Memperdalam penelitian tentang kebebasan beragama
Bekerja sama dengan Diani Citra dari Sintesa Consulting, EngageMedia memproduksi laporan penelitian bertajuk “Atas Nama Kerukunan Beragama” Diterbitkan pada Juni 2022, laporan ini menengok digitalisasi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir dan kontribusinya pada kebebasan beragama dan berekspresi.
Temuan yang mencolok dari laporan ini adalah adanya anggapan bahwa organisasi masyarakat sipil di Indonesia terlibat memperburuk diskriminasi agama. Esai ini, yang ditulis Pradipa P. Rasidi, Digital Rights Program Officer EngageMedia untuk Indonesia, mengkritisi aktivisme hak asasi manusia dan kebebasan beragama di negara tersebut. Sebagai refleksi kritis mengenai tantangan mengarusutamakan wacana hak asasi manusia, esai tersebut berargumen bahwa dibutuhkan pendekatan yang lebih bernuansa dan kolaboratif dengan otoritas keagamaan demi memperjuangkan kebebasan ekspresi beragama.
Kontra narasi kreatif
Kampanye ini berupaya menggarisbawahi dan mengeraskan suara komunitas yang menggunakan sarana kreatif dan artistik untuk mengedepankan pandangan yang beragam dan menghargai hak asasi manusia. EngageMedia bekerjasama dengan KBR Prime untuk melakukan lokakarya pembangunan kapasitas bersama 82 mahasiswa yang aktif menantang narasi kebencian berbasis keagamaan di komunitas masing-masing. Lokakarya ini berupaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peserta dalam cipta karya yang mendukung kebebasan beragama dan berkeyakinan. Lokakarya ini juga mencakup sesi pitching yang melibatkan dua peserta terpilih untuk mendapatkan mentoring dan dukungan dana memproduksi konten kreatif untuk komunitas mereka.
Apakah tiada Tuhan bagi anjing?
Demikianlah hal tersebut yang terbesit di kepala saya kala mendengar tragedi anjing Canon. Canon anjing yang mati demi pariwisata halal
Canon adalah kisah, Canon adalah sebuah ironi, Canon adalah korban. Dan celakanya ia bukan korban terakhir. pic.twitter.com/q5sSQ7I7iy
— Rachmad Ganta Semendawai (@rgantas) September 25, 2022
Rachmad Ganta Semendawai, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, adalah salah satu pemenang sesi pitching. Dia memproduksi dua video untuk kampanye ini yang mengajak penonton lebih kritis terhadap ajaran dan praktik agama. Di video pertamanya, Ganta bertanya apakah tiada tuhan bagi anjing, dalam kritiknya terhadap pemukulan anjing di Indonesia demi memuluskan pariwisata halal. Di video kedua, Ganta bercermin pada pengalamannya bertemu anak panti asuhan yang terpapar hiburan Islami yang mengglorifikasi kekerasan sebagai jihad.
Ilham Rahmat Alam, influencer muda dari Bone, Sulawesi, yang juga mahasiswa Universitas Negeri Makassar, menggunakan siniar (podcast) untuk berbicara bina damai dan keragaman. Untuk kampanye ini Ilham mencipta episode siniar tentang perjalanan pribadinya dari seseorang yang berburuk sangka terhadap penganut agama lain hingga menjadi orang yang toleran. Melalui Kuliah Kerja Nyata, Ilham menyadari bahwa pada intinya agama mengajarkan kebaikan, walau caranya dipraktikan berbeda-beda.
EngageMedia juga berkolaborasi dengan dua seniman untuk memproduksi karya kisah digital yang menggambarkan cara beragam orang bisa mempraktekkan penerimaan agama yang berbeda. Mas Agah, graphic recorder yang banyak terlibat aktivisme, membuat video pendek Soto Toko Wow yang bercerita tentang penjual soto dan beragam pelanggannya yang mencoba menghadapi komentar kejam netizen di masa Ramadan. Mice Cartoon, komikus strip ternama yang menerbitkan beragam komik komentar sosial di koran Kompas, membuat dua video animasi untuk kampanye ini. Video pertama menampilkan dua perempuan dari latar yang sama sekali berbeda namun dapat menerima rasa tidak nyaman mereka di ruang publik, sementara video kedua menunjukkan bagaimana seorang penyebar ujaran kebencian, terpukul beragam masalah keluarga, melampiaskannya ke dalam ujaran kebencian daring sebagai cara mendapatkan rasa kendali atas hidupnya.
Ujaran kebencian dapat membuat atau memperburuk konflik yang tertanam erat di masyarakat dan menimbulkan trauma yang membutuhkan penyembuhan, baik di tingkat individu maupun komunitas. Kolaborasi EngageMedia dengan KBR Prime menghasilkan dua episode siniar mengenai pemulihan trauma.
Episode pertama menelusuri akar trauma konflik sosial. Pendeta Jacky Manuputty berbagi pengalamannya memediasi kerusuhan Ambon yang terjadi setelah Reformasi. Antropolog ferry Rangi dari Institut Agama Kristen Ambon juga berbagi pengalamannya bekerja dengan masyarakat adat, penyintas kekerasan negara dan perampasan lahan di Indonesia.
Di episode kedua yang memusatkan perhatian pada penyembuhan trauma, aktivis lintas iman Riston Nainggolan Batubara membicarakan caranya mempertemukan anak muda dari beragam latar agama, etnis, dan politik ke dalam peace camp untuk membicarakan pandangan keagamaan mereka dan saling memahami satu sama lain melalui serangkaian team building dan kegiatan seni. Psikolog Sutrisna juga menjelaskan pentingnya perawatan psikososial bagi korban konflik sosial, dan menambahkan bahwa setiap orang butuh akses terhadap ruang aman menyuarakan pandangan mereka di ranah digital.
Kami mengundang semua orang di Indonesia dan negara lain untuk bergabung kampanye #ChallengeHateOnline dan menyebarluaskannya ke orang-orang di jejaring Anda.